Oleh: Aditya Nugroho (@aditchenko)
Kehidupan memang rahasia Tuhan. Kita tidak mengetahui akan berada di mana pada esok hari, sebulan mendatang atau setahun berselang. Katakanlah mengenai hal ini kepada penyerang baru Milan, Krzysztof Piatek, maka ia akan setuju. Tahun lalu, 18 Maret 2018, Piatek bermain membela klubnya, Cracovia menghadapi Nowy Sacz di hadapan 1.783 penonton. Akhir pekan ini, 17 Maret 2019, jika tidak ada aral melintang, Piatek akan melakoni Derby della Madonnina pertamanya di hadapan lebih dari 70 ribu penonton di Stadion San Siro.
Piatek akan menjadi juru gedor utama Milan. Kepadanyalah bola-bola akan diarahkan, dan melalui kaki atau kepalanya, gol-gol diharapkan tercipta ke gawang Samir Handanovic. Dalam perjalanannya, ia akan menghadapi Milan Skrinar yang alot dan Stefan De Vrij yang cerdik. Bagaimanapun, Piatek sepertinya tidak pernah pilih kasih. Baginya, gawang Chievo atau Inter sama saja, karena penyerang ini hanya memiliki satu obsesi, yaitu gol.
Sampai akhir tahun 2018, nama Piatek masih belum nyaring terdengar. Memang, ia telah bergabung dengan klub papan tengah Serie A Italia, Genoa. Piatek juga telah mencetak 13 gol bagi klub milik Enrico Preziosi itu. Tetapi jika Anda tidak bermain di klub besar dengan sorotan yang luas, maka seolah kemampuan Anda belum diakui.
Adalah keputusan direktur Milan, Leonardo, yang membawa pria berusia 23 tahun ini ke Milanello. Tanpa menunggu lama, Leonardo melihat sosok Gonzalo Higuain, penyerang utama Milan pada putaran pertama Serie A Italia musim 2018/2019, tidak tampil memenuhi ekspektasi. El Pipita hanya sanggup mencetak total delapan gol selama berseragam Rossoneri. Jumlah gol yang minim ini, ditambah dengan performa yang tidak dapat mengangkat tim secara keseluruhan, memaksa manajemen bertindak cepat.
Setelah sempat dihubung-hubungkan dengan penyerang lain semisal Alvaro Morata, akhirnya Milan menjatuhkan pilihan pada Piatek. Uang senilai 35 juta euro dikeluarkan untuk memindahkannya dari Marassi ke Milan. Bagi Genoa, ‘investasi’ ini jelas amat menguntungkan. Bagaimana tidak, Il Grifone hanya mengeluarkan uang senilai 4,5 juta euro saja ketika menebusnya dari Cracovia.
Suara Milanisti pun sempat terbelah ketika Piatek pada akhirnya hadir. Ada yang antusias, ada yang biasa-biasa saja. Bagi yang antusias, Piatek yang masih muda dan berpotensi akan menjadi pemain penting Milan untuk satu dekade mendatang. Tetapi bagi mereka yang pesimis, Piatek bukanlah jawaban. Bagaimana bisa Milan mempercayakan target tinggi kepada pemain yang baru setengah musim tampil cemerlang di Serie A?
Belum genap tiga bulan, Piatek sudah mampu membungkam mereka yang meragukan. Dari bukan siapa-siapa, Piatek menjadi sumber gol Milan dalam waktu singkat. Ia mungkin hanya mendapatkan satu-dua peluang dalam satu pertandingan, tetapi ketika hal itu terjadi, gol menjadi garansi. Ia masih terlihat fokus meski bek-bek lawan mulai sering memprovokasi. Nantinya dalam partai derby melawan Inter, ia harus bersiap menghadapi duet Milan Skriniar-Stefan De Vrij yang begitu kokoh.
Derby kali ini memang beda. Untuk kali pertama dalam kurun waktu setidaknya lima tahun, kedua kesebelasan bertemu ketika sama-sama menghuni papan atas. Gengsi semakin tinggi, pertaruhan semakin besar. Meski bukanlah penentu dari posisi klasemen akhir, hasil dari derby ini akan berpengaruh besar kepada mentalitas kedua kesebelasan yang sama-sama mengincar posisi zona Liga Champions.
Terutama bagi Milan, mengakhiri musim di zona Liga Champions merupakan keharusan. Investasi besar akan terbayar apabila lolos ke ajang terbesar di benua Eropa ini. Inter yang merupakan rival langsung tentu saja wajib dikalahkan. Kemenangan akan membuat selisih poin semakin lebar, dan peluang untuk bertahan di posisi tiga besar akan semakin terbuka.
Di lain sisi, Inter dalam kondisi yang kurang baik. Selain diwarnai suasana ruang ganti yang sedang memanas karena kisah dicabutnya ban kapten Mauro Icardi, I Nerazzurri juga harus membagi konsentrasi dan menjaga kebugaran karena pada tengah pekan harus menghadapi wakil Jerman, Eintracht Frankfurt dalam laga hidup mati babak 16 besar Liga Europa. Secara fisik, mereka akan menghadapi derby dengan kondisi yang lebih lelah.
Tetapi, derby tetaplah derby. Segala permasalahan internal yang dihadapi Inter tidak menjadikan Milan di atas angin. Ada faktor gengsi dan harga diri, yang akan membuat para pemain mengesampingkan rasa lelah, penat, dan mungkin saja mendinginkan sejenak suasan ruang ganti. Inilah yang tetap wajib diwaspadai Piatek dan kolega.
Derby ini akan menjadi yang pertama bagi Piatek, di antara derby-derby berikutnya. Hampir seluruh penyerang top yang pernah bermain di Milan pernah merasakan atmosfer luar biasa derby ini. Fakta menarik, tidak sedikit mereka yang bersinar dalam laga ini seperti halnya Andriy Shevchenko, Gianni Comandini, Mark Hateley dan Paolo Rossi. Sheva memang penyerang top Milan dengan rekor gol tak terbantahkan, berbeda dengan Comandini, Hateley atau Rossi yang rekor gol dan sumbangsih trofinya tidak sementereng Sheva. Tetapi kesamaan yang mereka miliki, para Milanisti memuja mereka karena berhasil membobol gawang klub rival.
Memang menarik untuk ditunggu apakah kita akan melihat selebrasi khas Pistolero pada akhir pekan nanti. Tetapi hal ini bukanlah yang terpenting, karena dalam derby ini yang penting adalah kemenangan, siapa pun yang namanya muncul dalam papan skor. Bagi Piatek, inilah panggung terbesarnya sepanjang karier, dan biarkanlah ia menikmatinya. Dan yang lebih penting dari semuanya, adalah mengakhiri liga di zona Liga Champions.